MSS NEWS – Siapapun bisa terserang Covid-19. Baik yang belum pernah terpapar maupun yang sudah pernah mengidap tertular penyakit tersebut kembali.
Banyak Orang Percaya Bahwa Infeksi Ulang Biasanya Menimbulkan Gejala Yang Lebih Buruk. Apakah itu Benar?
Amin Subandrio, seorang ahli mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Beliau mengatakan bahwa gejala pasien menjadi lebih buruk saat terinfeksi covid untuk kedua atau ketiga kalinya. Pasalnya, virus Covid-19 harus kembali menyerang organ tubuh yang kondisinya belum pulih sepenuhnya.
“Jadi ketika organ belum 100 persen pulih, otomatis dia akan tambah rusak, bisa muncul kerusakan jaringan saat infeksi berulang,” kata Amin dalam konferensi pers yang digelar BNPB, Rabu (16/11).
Namun, tidak semua orang yang tertular Covid-19 untuk kedua atau ketiga kalinya akan mengalami penyakit serius. Hal itu juga bergantung pada imunitas dan kondisi tubuh setelah paparan pertama.
“Semua dipengaruhi dengan kesiapan tubuh. Kalau imunitasnya kuat, tentu tidak akan berpengaruh apa-apa meski infeksi berulang terjadi,” kata dia.
Menurut Amin, gaya hidup seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana reaksi tubuhnya terhadap serangan Covid-19, baik itu infeksi pertama maupun infeksi kedua. Serangan Covid-19 tidak akan terlalu sulit jika orang tersebut menjalani gaya hidup sehat.
Sebaliknya, mereka yang menjalani kehidupan berantakan akan menunjukkan gejala yang cukup parah baik pada infeksi pertama maupun infeksi kedua.
“Misalnya yang malas gerak, suka merokok, dia, kan, organ dalamnya sudah rusak, yang mager itu obesitas, sudah ada plak di saluran darahnya. Ketika diserang Covid-19, ya, akan jadi parah,” katanya.
Menurut Praseno Hadi, dokter spesialis paru di Rumah Sakit Persahabatan, kerusakan organ dan gejala parah yang mungkin dialami seseorang setelah berulang kali terinfeksi Covid-19 bisa saja terjadi. Namun, penelitian lebih lanjut masih diperlukan di bidang ini.
Hal yang bisa dipastikan adalah infeksi Covid-19 pada beberapa orang yang rentan memang bisa menyebabkan kerusakan paru permanen.
“Ada yang butuh oksigen terus, tapi bisa ada penyembuhan juga, riset masih harus dilakukan kita harus lihat dalam jangka panjang karena ini penyakit baru,” kata dia.